Kamis, 03 November 2016

Laporan KKL (sebagian kecil)

Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Malang
3.3.1. Profil BBIB Singosari
Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari terletak di kaki gunung Arjuna yang berjarak kurang lebih 80 KM dari pusat kota Surabaya dan 22 KM dari pusat Malang. BBIB Singosari tersebut terletak di kaki gunaung dengan suhu sekitar 18 - 22ºC, sehingga mempunyai udara yang sejuk dan segar. BBIB Singosari memiliki luas 67,747 ha, yang terdiri dari beberapa bangunan, kandang dan lahan untuk hujauan.
BBIB Singosari memiliki motto “Setetes Mani Sejuta Harapan” yang telah terregistrasi di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dengan motto tersebut BBIB Singosari senantiasa memproduksi semen beku yang berkualitas sesuai dengan SNI yaitu menggunakan pengencer yang berkualitas dan mesin-mesin modern. Sebagai jaminan terhadap kualitas semen beku produksi BBIB Singosari.
3.3.2. Sejarah BBIB Singosari
a. Pada tahun 1976, Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur bekerja sama dengan Pemerintah Belgia, tujuan kedua Pemerintah tersebut untuk bekerja sama yaitu mendirikan laboratorium semen beku di Wonocolo Surabaya.
b. Tahun 1978, Pemerintah Pusat mengambil alih pengelolaan laboratorium tersebut dan ditetapkan sebagai Cabang Balai Inseminasi Buatan Wonocolo dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 314/Kpts/Org/5/1978 pada tanggal 25 Mei 1978.
c. Tahun 1982, pemindahan lokasi dari Wonocolo ke Singosari Malang.
d. Tahun 1984, Direktur Jendral Peternakan menetapkan sebagai Cabang Balai Inseminasi Buatan Singosari.
e. Tahun 1986, kerjasama dengan Pemerintah Jepang dalam proyek pengembangan BIB Singosari. Sejak saat itu dikembangkanlah Program Uji Zuriat (Progency Test).
f. Tahun 1988, statusnya ditingkatkan menjadi Balai Inseminasi Buatan Singosari dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 193/Kpts/OT.212/1988 pada tanggal 29 Febuari 1988.
g. Tahun 1996, ditetapkan sebagai Pusat Pelatihan Inseminasi Buatan dengan Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan No. 52/OT.210/Kpts/1996, pada tanggal 29 Agustus 1996. Walaupun sebenarnya pelatihan tersebut sudah dilaksanakan sejak tahun 1987.
h. Tahun 2004, statusnya ditingkatkan menjadi Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 681/Kpts/OT.140/11/2004 pada tanggal 25 November 2004.
i. Tahun 2010, BBIB Singosari ditetapkan menjadi PK - BLU berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 54/KMK.05/2010 pada tanggal 5 Febuari 2010.

3.3.3. Visi dan Misi BBIB Singosari
Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Malang mempunyai Visi dan Misi. Visi dari BBIB Singosari adlah sebagai komersialisasi potensi Singosari. Sedangkan Misi dari BBIB Singosari adalah:
a. Meningkatkan produksi dan diversifikasi semen beku serta produk layanan penunjang yang berkualitas.
b. Melaksanakan replacement pejantan dan produksi bibit unggul secara berkesinambungan yang ditunjang oleh optimalisasi pakan ternak dan biosecurity.
c. Meningkatkan profesionalisme SDM melalui pendidikan dan pelatihan serta promosi dan penempatan berdasarkan kompetensi guna tercapainya kesejahteraan.
d. Mengoptimalkan fasilitas serta meningkatkan nilai tambah asset fisik dan intelektual dengan pengembangan teknologi dan pendaftaran hak paten merk.
e. Meningkatkan kualitas pelayanan, pemasaran dan penjualan produk, monitoring dan evaluasi.
f. Meningkatakan tertib administrasi dan keuangan, efisiensi dan akuntabilitas, koordinasi dan komunikasi serta pelayanan guna mewujudkan manajemen bisnis modern. 

3.3.4. Distribusi Semen Beku
Metode yang digunakan untuk penampungan semen:
A. Prosedur pembelian
 

a. Pembayaran
 
 

Pelayanan
 
Pengiriman
 

 
 
 

a. Penerimaan Dana

B. Tahap Penanganan Semen Beku
1. Semen harus dikoleksi terebih dahulu
2. Menganalisis semen menggunakan sperm vision.
Sebelum pembekuan perlu dilakukan evaluasi terhadap semen yang meliputi volume, warna, konsentrasi sperma, mortalitas sperma dan gerakan massa.
3. Pembekuan dengan ice cibe freezer
Kejadian yang dapat merusak dan menurunkan viabilitas spermatozoa selama proses penyimpanan dan pembawa materi genetik ternak (sel gamet) dengan teknik kriopreservasi yaitu kejutan dingin (cold shock) dan pembentukan kristal-kristal es. Kejutan dingin terjadi karena adanya penurunan suhu secara mendadak dibawah suhu 0ºC. Kejadian kejutan dingin berkaitan erat dengan fase pemisahan dan penurunan sifat-sifat permeabilitas secara selektif dan membran biologik sel hidup. Pengaruh kejutan dingin terhadap pembawa materi genetik ternak dapat dilihat pada sel spermatozoa dan sel telur (oosit). Pada sel spermatozoa, kejutan dingin menyebabkan terjadinya penurunan mortalitas, pelepasan enzim pada akrosom, perpindahan ion melewati membran dan penurunan kandungan lipid yang berperan untuk mempertahankan integritas struktural membran plasma.
Pembentukan kristal-kristal es berkaitan dengan perubahan tekanan osmotik dalam fraksi yang tidak beku. Pembentukan kristal-kristal es terhadap pembawa materi genetik selama proses kriopreservasi dapat dilihat pada sel spermatozoa dan sel telur. Pada sel spermatozoa dapat menyebabkan penurunan mortalitas dan viabilitas spermatozoa, peningkatan pengeluaran enzin-enzim intraseluler ke ekstraseluler dan kerusakan pada organel-organel sel seperti mitokondria dan lisosom.
4. Printing straw mengguanakan easy coder
5. Penanganan semen beku dalam container dengan nitrogen cair dengan suhu -196ºC
Nilai post thawing motility (PTM) tersebut dapat dipengaruhi oleh ketersediaan Ncair.
6. Penyimpanan semen beku dalam cintainer
7. Thawing
Beberapa tatalaksana handling straw di lapangan yang dapat berpengaruh terhadap conception rate diantaranya: a) jarak dari puncak ke tangki sebesar 3 inchi (Looper, 2000); b) waktu dan temperatur thawing  dan c) deteksi birahi dan waktu inseminasi 10 - 14 jam.
8. Inseminasi Buatan (IB)
Tantangan dalam keberhasilan IB di lapangan adalah rendahnya kualitas dan penanganan semen beku yang digunakan, kondisi reproduksi, managemen ternak dan ketrampilan inseminator.
3.3.5. Manfaat Mahasiswa saat berkungjung ke BBIB Singosari
Manfaat dari Kuliah Kerja Lapangan yang dilaksanakan di BBIB Singosari adalah mahasiswa dapat mengetahui proses pemeliharaan pejantan unggul, produksi dan penanganan semen beku di BBIB Singosari serta dapat menambah wawasan bagi para mahasiswa.

Laporan MPP


BAB I

PENDAHULUAN


Padang Penggembalaan merupakan suatu daerah padangan yang ditumbuhi tanaman yang berguna sebagai pakan ternak. Padang penggembalaan terdiri dari rumput dan leguminosa. Perluasan areal padang penggembalaan merupakan upaya memperluas padang penggembalaan untuk meningkatkan
produksi hijauan pakan untuk ternak yang memiliki kualitas baik. Usaha padang penggembalaan dapat dilakukan dengan suatu bentuk usaha yaitu ternak di gembalakan. Fungsi padang penggembalaan untuk menyediakan berbagai bahan pakan bagi ternak sehingga ternak dapat menyenggut sendiri pakannya di padang penggembalaan. Syarat padang penggembalaan yang baik
adalah memiliki produksi hijauan tinggi dan kualitasnya baik, persistensi biasa ditanamdengantanamanyanglainyangmudahdikembangbiakkan. Tujuan dari praktikum Manajemen Padang Penggembalaan adalah agar mahasiswa mampu mengetahui macam-macam padang penggembalaan dan berbagai sistem penggembalaan, mampu memperkirakan daya tampung padang
penggembalaan, mampu menganalisis komposisi botani suatu padang penggembalaan dan mampu menaksir produksi rumput potong. Manfaat dari praktikum ialah memberi informasi mengenai berbagai padang pengembalaan, mengestimasi daya tampung dengan cuplikan, menganalisis komposisi botani dan sistempengembalaansertamenghitungproduksipotong.

BAB II

MATERI DAN METODE

Praktikum Manajemen Padang Penggembalaan dilaksanakan pada Rabu,
tanggal 6 November 2014 pada pukul 07.00 – 13.00 WIB di Balai Besar
Pembibitan Ternak Unggul BBPTU - HPT Baturraden dilaksanakan pada hari
Jumat, 6 November 2014 dan Menganalisis Bahan Kering Rumput dilaksanakan
pada hari Rabu, 11 November 2014 di Laboratorium Ekologi dan Produksi
TanamanFakultasPeternakandanPertanianUniversitasDiponegoro,Semarang.
2.1. Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum Manajemen Padang
Penggembalaan adalah frame ukuran 1 x 1 m2 yang terbuat dari bilah bambu yang
berfungsi sebagai petak cuplikan, sabit digunakan untuk memotong tumbuhan,
timbangan yang berfungsi untuk menimbang tanaman yang dipotong, trashbag
yang berguna sebagai wadah untuk menempatkan tanaman yang sudah dipotong,
gunting digunakan untuk memotong tanaman saat akan dioven, amplop untuk
menempatkan hijauan yang akan dikeringkan serta alat tulis untuk mencatat hasil
pengamatan.
2.2. Metode
Metode yang dilakukan pada praktikum Manajemen Padang
Penggembalaan meliputi mengamati macam-macam padang penggembalaan,
mengamati berbagai sistem penggembalaan, mengestimasi daya tampung rumput
dengancuplikan.
2.2.1. Mengamatimacam-macampadangpenggembalaan
Metode yang dilakukan adalah dengan menyiapkan alat tulis untuk
mencatat penjelasan dari pemandu lapangan dan menanyakan sampai benar-benar
jelas. Mengamati macam-macam padang penggembalaan yang ada dilapangan
kemudian mencatat macam-macam padang penggembalaan yang ada dilapangan,
jenis tanaman yang ada, tahun berdiri padang penggembalaan dan berapa kali
direnovasipadasuatutabel.
2.2.2. Mengamatiberbagaisistempenggembalaan
Metode yang digunakan adalah dengan menyiapkan alat tulis untuk
mencatat penjelaan yang diberikan oleh pemandu lapangan dan menanyakan
segala sesuatu yang kurang jelas agar benar-benar jelas. Mengamati sistem
penggembalaan yang ada dilapangan dan mencatat sistem penggembalaan, jenis
ternakyangdigembalakandanjumlahternakyangdigembalakan.
2.2.3. Mengestimasidayatampungdengancuplikan
Metode yang dilakukan dalam praktikum dengan materi estimasi daya
tampung yaitu menyiapkan frame dengan ukuran 1x1 m2, timbangan, kantong
plastik, gunting dan penggaris. Melempar frame secara acak dengan 5 kali
ulangan. Memotong hijauan yang ada pada setiap cuplikan sedekat mungkin
dengan tanah. Memasukkan hasil cuplikan kedalam kantong plastik dan
menimbangnya. Menghitung produksi hijauan dan daya tampung padang
penggembalaan dengan menggunakan rumus Voisin. Rumus Voisin adalah
sebagaiberikut:
(y-1)s=r
Keterangan:
y=jumlahsatuanluastanahterkecilyangdibutuhkanseekorsapi/ha/tahun s=periodemerumputpadasetiapsatuanternak r=periodeistirahat
2.2.4. Analisiskomposisibotani
Metode yang digunakan pada praktikum dengan materi analisis komposisi
botani yaitu melempar frame secara acak dilapangan lalu mencatat nama-nama
dan jumlah jenis vegetasi yang diperoleh dalam frame. Mengestimasi atau
memperkirakan spesies-spesies yang menduduki urutan pertama, kedua dan ketiga
dalam jumlah (dominasi) dan melakukan ulangan sebanyak 5 kali. Memasukkan
data dalam tabel untuk medapatkan perbandingan antara spesies yang menduduki
tempat pertama, kedua dan ketiga. Bahan hijauan segar ditimbang dan mengambil
100gramcontohhijauansetiapcuplikan.
Densitas(DNS) =
Densitasrelarif = x100%
Frekuensi(F) =
Frekuensirelatif = x100
Dominasi =
Dominasirelatif = x100% Nilaikepentingan(K)=Dens.Rel+Frek.Rel+Dom.Rel SpaceDominationRatio(SDR)=Nilaikepentingan:3
2.2.5. Menghitungproduksidandayatampungrumputpotong
Menyiapkan peralatan yang diperlukan. Melakukan cuplikan secara acak.
Memotong hijauan pada setiap cuplikan 5 cm dari tanah dan menimbang bahan
segarhijauantersebut.Menghitungproduksirumputpotongdenganrumus:
PR={ }+{ }
Melayukan rumput gajah dan rumput lapang selama satu hari. Menimbang
rumput masing-masing sebanyak 100 gram dan memasukkan dalam amplop yang
diberi lubang kecil. Mengoven rumput selama sehari, dan menimbang setelah
dikeringkan.Menghitungbahankeringsetelahoven.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Profil BBPTU-HPT Baturraden
Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BBPTU
HPT) dibangun sejak 22 Juli 1950 dan memilki luas lahan sekitar 16 ha. Balai
Besar Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak memiliki tujuan khusus
yaitu sebgai penyedia makanan ternak sapi perah, melaksanakan pembibitan
hijauan dan makanan ternak. Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah
(BBPTU-HPT) memiliki kelembaban 70% -80% dengan suhu 18oC - 39ºC, curah
hujansangat tinggi (3.000-3.500mm/th)dan ketinggianmencapai 600–650 mdpl.
Padang penggembalaan di Baturraden kurang baik karena hanya digunakan untuk
exercise, struktur tanah yang berbukit dan lereng namun tidak terjal serta masih
banyaknya gulma dan produksi hijaun yang belum memunuhi kebutuhan ternak.
Menurut Saragih dan Tero (2009) menyatakan bahwa penyediaan hijauan
makanan ternak yang baik dalam suatu padang penggembalaan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yaitu kesuburan tanah, ketersediaan air, topografi, iklim dan juga
manajemen padang penggembalaan yang dilaksanakan. Jenis hijauan yang
terdapat di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak
(BBPTU-HPT)BaturradenadalahPennisetum purpureum,Brachiaria decumbens,
rumput lapang dan Mimosa pudica (putri malu). Jenis legum yang dibudidayakan
di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT)
Baturraden adalah Sesbania glandiflora, Arachis pintoe dan sebagainya. Kondisi
botani di BBPTU-HPT Baturraden bervariasi dan dipengaruhi oleh tempat yang
tinggi yaitu 600 - 650 mdpl dan curah hujan di tempat tinggi ini mencapai 3.000
3.500 mm/tahun. Saragih dan Tero (2009) juga menambahkan bahwa komposisi
hijauan yang terletak pada suatu areal padang penggembalaan dapat menentukan
kualitas hijauan makanan ternak, serta komposisi botani dari suatu padang
penggembalaan yang tidak konstan perubahan susunan,
perubahan susunan selalu terjadi karena aktivitas di padang penggembalaan itu
sendiri (jumlah ternak yang digembalakan), faktor iklim (curah hujan, lama
penyinarandansuhu)dankondisitanah.
3.2. Macam–macamPadangPenggembalaan
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa pada padang
penggembalaanBBPTU-HPTBaturadenterdapatpadangpenggembalaanbuatan.
Vegetasi yang ada pada padang penggembalaan BBPTU - HPT ini adalah hasil
penanaman yang bertujuan untuk memenuhi konsumsi pakan dengan kualitas baik
dan dapat dicerna. Vegetasi yang ditanam berupa leguminosa, tujuannya ditanam
leguminosa agar ternak dapat meningkatkan produktivitasnya sekaligus
menambah kualitas dan reproduksi pada ternak tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Manu (2013) yang menyatakan bahwa pada suatu padang
penggembalaan diperlukan menanam vegetasi lain berupa leguminosa untuk
menambah produktivitas ternak. Karena air limbah dari sanitasi kandang dialirkan
ke lahan untuk mengairi rerumputan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedjana
(2007) yang menyatakan bahwa air dari hasil sanitasi kandang yang dialirkan
pada tanaman padangan dengan irigasi akan bermanfaat untuk mengairi tanaman
danmenambahkandunganNagarcepattumbuhdansubur.
3.3. SistemPadangPenggembalaan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa
sistem padang penggembalaan yang ada di BBPTU-SP Baturraden yaitu terdapat
sistem penggembalaan rotasi atau bergilir. Sistem penggembalaan bergilir ternak
yang digembalakan adalah sapi peranakan Friesien Holland dengan jumlah 40
60 ekorsapi.Ternak yang digembalakan padasistemini tidakterlalu banyak, jadi
dilakukan secarabergantian halini dimaksudkan agar jumlah hijauan pada padang
penggembalaan produktivitas dan kualitasnya tetap. Padang penggembalaan
bergilir jangka panjang (6 - 9 tahun) dapat dilakukan 2 - 3 kali renovasi. Hal ini
sesuaidengan pendapatJunaididan Sawen (2010)yang mengatakanbahwasistem
penggembalaan rotasi mempunyai hijauan yang seragam dan lebih bergizi serta
mempunyai palatabilitas yang tinggi sehingga disukai oleh ternak. Menurut
Mayne et al. (2000) yang mengatakan bahwa sistem penggembalaan rotasi dapat
menyajikan hijauan yang lebih seragam, tumbuh relatif pendek tetapi berdaun
muda dan bergizi, serta lebih disukai dan dipilih ternak. Sistem penggembalaan
bergilir dilakukan secara intensif dengan menggilir ternak dari petak satu ke petak
yanglain.
3.4. ProduksidanEstimasiDayaTampungRumputCuplikan
Berdasarkan praktikum manajemen padang pengembalaan dengan materi
produksi dan estimasi daya tampung rumput cuplikan diperoleh hasil kebutuhan
lahan/bulan yaitu 0,8556 ha/ekor/bulan, kebutuhan lahan/tahun sebesar 2,28
ha/ekor/tahun dan estimasi daya tampung diperoleh 0,438 UT/ha/tahun, dengan
estimasi bobot sebesar 350 kg. Kapasitas tersebut dapat dikatakan produktif.
Kapasitas daya tampung merupakan banyaknya jumlah ternak yang dapat
ditampung dalam suatu tempat dalam waktu tertentu. Menurut Alfian et al. (2012)
yangmenyatakanbahwadaya tampungataukapasitastampung(carryingcapacity)
adalah kemampuan padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan
ternak yang dibutuhkan oleh keseluruhan ternak yang digembalakan dalam luasan
satuhektarataukemampuan padang penggembalaanuntukmenampungternak per
hektar. Rusdin et al. (2009) menambahkan bahwa daya tampung (carrying
capacity) penggembalaan mencerminkan keseimbangan antara hijauan yang
tersediadengan jumlahsatuan ternak yangdapat digembalakan didalamnya. Hasil
praktikum menunjukkan bahwa estimasi daya tampung padang pengembalaan di
BPPTU – HPT Baturaden Jawa Tengah adalah 0,438 UT/ha/tahun. Hasil yang
diperoleh ini dinilai lebih rendah jika dibandingkan dengan padang
penggembalaan pada umumnya. Menurut Damry (2009) nilai daya tampung
padangpenggembalaanyangidealyaitusebesar2,5UT/ha/tahun.
3.5. AnalisisKomposisiBotani
Berdasarkan praktikum analisis komposisi botani pada padang
penggembalaan dengan metodelingkaran yang telah dilaksanakan didapatkan data
sebagaiberikut:
Tabel 1. Analisis Komposisi Botani dengan Metode Kuadrat Bujur Sangkar
No Vegetasi SDR 1. Rumput 0,70 2. Legum 0,05 3. Gulma 0,25 Sumber:DataPrimerPraktikumManajemenPadangPenggembalaan,2015.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa
padang penggembalaan didominasi oleh rumput sebanyak 0,70 (70%), gulma
sebanyak 0,05 (5%), dan legum 0,25 (25%). Jenis hijauan pakan ternak yang
tumbuh pada padang penggembalaan ini sudah cukup baik tetapi perbandingan
rumput dan legum belum memenuhi standar yang ditentukan untuk suatu hijauan
pada padang penggembalaan. Komposisi hijauan pada padang penggembalaan
sebaiknya terdiri dari 60% rumput dan 40% leguminosa. Berdasarkan analisis
kompisisi botani padang penggembalaan terdiri dari komponen rumput,
leguminosa dan gulma. Padang penggembalaan ini didominasi dengan vegetasi
rumput. Hal ini sesuai dengan pendapat Matulessy dan Kastanja (2013) yang
menyatakan bahwa padang penggembalaan terdiri dari campuran rumput dan
leguminosa yang dapat meningkatkan kualitas padangan karena akan membantu
meningkatkan kadar protein hijauan. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi
botani dalam suatu padang penggembalaan antara lain faktor iklim, jumlah ternak
yang digembalakan dan kondisi tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dinyatakan oleh Saragih (2009) bahwa komposisi botani dalam suatu padang
penggembalaan dipengaruhi oleh faktor iklim yang meliputi curah hujan, lama
penyinaran dan suhu, aktivitas di padang penggembalaan (jumlah ternak yang
digembalakan)dankondisitanah.
3.6. ProduksiRumputPotong
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa produksi bahan segar
dari rumput raja (Pennisetum purpureum) yaitu sebesar 691900 kg/ha/tahun dan
produksi bahan kering sebesar 228327 kg/ha/tahun. Hasil tersebut menunjukkan
hasil produksi rumput raja termasuk baik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kushartono (2001) yang menyatakan bahwa produksi rumput raja bisa mencapai
1076 ton/ha/tahun. Persen BK dari rumput raja diperoleh sebesar 40,5 %
menunjukkan produktifitas rumput potong di BBPTU Baturraden baik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Rukmana (2005) yang menyatakan bahwa kadar BK pada
rumput raja sebesar 19,9%. Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah
produksi hijauan adalah musim. Hal ini sesuai dengan pendapat Hariadi (2008)
yang menyatakan bahwa musim, terutama curah hujan sangat berpengaruh
terhadapkualitasdankuantitasproduksirumput.
Jumlah kebutuhan rumput potong yang harus terpenuhi untuk ternak di
BBPTU Baturraden sebanyak 893,7 UT/ha/tahun, sedangkan kebutuhan hijauan
per tahun potong di BPPTU-SP Baturraden sebesar 3832,5 kg/tahun. Hasil
tersebut tergolong sangat baik karena produktifitas rumput potong dapat
memenuhi kebutuhan ternak. Rusdin et al. (2009) menyatakan bahwa suatu
padang penggembalaan dinyatakan produktif apabila minimal mempunyai daya
tampung 2,5 UT/ha/tahun. Tinggi rendahnya daya tampung padang
penggembalaan dapat disebabkan oleh komposisi botani (rumput Brachiaria
decumbens, Argerotum dan Ephorbia) padang penggembalaan yang tidak
seimbang. Hal ini sesuai dengan pendapat Junaedi dan Sawen (2010) yang
menyatakan bahwa daya tampung yang rendah disebabkan tanaman yang tumbuh
pada padang penggembalaan lebih didominasi jenis yang tergolong non pakan
(nonpalatabel).

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum Manajemen Padang Penggembalaan dapat
disimpulkanbahwa Balai BesarPembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak
(BPPTU – HPT) Baturraden memiliki padang penggembalaan buatan dan
menggunakan sistem padang penggembalaan bergilir. Sistem padang
penggembalaan bergilir memiliki tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan
padang penggembalaan dengan memberikan kesempatan pada ternak untuk
mendapatkan hijauan pada saat hijauan masih muda dan nilai nutrisi hijauan
masih tinggi, serta memberikan waktu istirahat yang cukup bagi tanaman untuk
dapat tumbuh kembali (regrowth). Estimasi daya tampung rumput dikatakan
produktif. Padang penggembalaan di BBPTU-HPT Baturraden didominasi dengan
vegetasi rumput dari total vegetasi yang ada. Padang penggembalaan BBPTU
HPT Baturraden dapat dikatakan baik karena hijauan yang tersedia dapat
memenuhikebutuhanhijauanpakanternaksejumlahternakyangada.
4.2. Saran
Sebaiknya praktikan dijelaskan terlebih dahulu mengenai padang
penggembalaan, cara pengolahan data lapangan dan profil lokasi praktikum agar
saatpraktikumdilaksanakanpraktikan tidakkebingungan.
14
DAFTARPUSTAKA

Alfian. I, F. I. Hermansyah, E.Handayanta, Lutojo,dan W.P.S.Suprayogi.2012. Analisis daya tampung ternak ruminansia pada musim kemarau di daerah pertanian lahan kering kecamatan Semin kabupaten Gunung Kidul. Trop. Anim.Husb.1(1):33-42.
Astuti, N. 2011. Pengaruh umur pemotongan terhadap kandungan nutrien rumput raja.Yogyakarta.J.Agrisains.2(3):23-28.
Damry. 2009. Produksi dan Kandungan Nutrien Hijauan Padang Penggembalaan Alam di Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso. J. Agroland 16 (4) : 296-300.
 Dunin F. & J. Passioura. 2006. Prologue: Amending agriculture water use to anonymous maintain production while affording environtment protection through control of outflow. Austr. J. of Agric Research. 57 (20) : 251255.
Ella, A. 2013. Pengaruh Interval Pemotongan Terhadap Produksi Hijauan Dan Kandungan Protein Kasar Beberapa Jenis Leguminosa Pakan Ternak. SeminarNasionalTeknologiPertaniandanVeteriner. Hariadi, B.T. 2008. Pendugaan Daya Tampung Walabi Lincah (Marcopus agilis) di Padang Rumput Mar. Taman Nasional Wasur, Merauke. J. Ilmu Peternakan.3(2):110-113.
Rukmana.2005.BudidayaRumputUnggul.Kanisius,Yogyakarta. Rusdin, M. Ismail, S. Purwaningsih, A. Andriana, dan S.U. Dewi. 2009. Studi Potensi Kawasan Lore Tengah untuk Pengembangan Sapi Potong. Media LitbangSulteng. Rusmadi, 2007. Prospek pengembangan sapi potong di kabupaten Penajam Paser Utara.J.EPP(EkosistemPadangPenggembalaan).4(7):71-78. Saragih, E, W dan Tero, N, K. 2009. Potensi tiga padang penggembalaan yang berbedadikabupatenmanokwari.J.IlmuPet.Hal53-60.
Sawen, D. dan M. Junaedi. 2011. Potensi Padang Penggembalaan Alam Pada Dua Kabupaten Di Provinsi Papua Barat. Seminar Nasional Teknologi PeternakandanVeteriner.2(1):835-840. Siregar, M.E. 1988. King grass sebagai hijauan pakan ternak. warta penelitian dan pengembanganpertanian. DepartemenPertanian.Bogor.10(4):13-18. Soedjana, T. D,. 2007. Sistem Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-Ternak sebagai Respons Petani terhadap Faktor Risiko. Pusat Penelitian dan Pengembangan.Gramedia,Jakarta.

PKL di PT. Super Unggas Jaya Unit Farm Boyyolali, Jawa Tengah